Rasulullah saw bersabda:
“Setiap nabi memiliki wasi dan warits dan Ali adalah wasi dan warits bagiku.”[1]
Ia bersabda lagi:
“Aku adalah rasul umatku dan Ali adalah washi bagiku di kalangan keluarga dan umatku.”[2]
Dan bersabda:
“Ali adalah saudara, wazir, warits, wasi, dan khalifahku di kalangan umatku.” [3]
Dalam riwayat ini dua gelar wasi dan warits mendapatkan afirmasi dan penegasan. Masing-masing gelar ini dengan sendirinya menunjukkan kekhalifahan Amirul Mukminin Ali as.
Apa itu Washi?
Wasi adalah seseorang yang dapat menunaikan seluruh urusan orang yang memberikan wasiat kepadanya, kecuali dalam urusan tertentu yang diwasiatkan kepadanya yang ia hanya memiliki hak untuk menunaikannya dalam masalah itu saja.
Dalam riwayat ini, ketika memberikan wasiat kepada Ali, Nabi saw tidak membatasinya dalam masalah tertentu saja. Beliau memberikan wasiat kepada Ali secara mutlak. Artinya, ia dapat menjalankan atau menunaikan segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan Nabi. Dengan kata lain, Imam Ali as memiliki seluruh kewenangan yang dimiliki oleh Nabi Saw dan inilah makna khilafah.
Apa itu Warits?
Sesuatu yang dapat digambarkan dalam benak ketika mendengar istilah warits adalah seorang yang diwariskan, menjadi pemilik harta pewaris, tetapi Ali as bukan pewaris harta Nabi saw. Karena, sesuai Fikih Imamiyah bahwa apabila si mayit memiliki keturunan, si warits tidak akan mendapatkan warisan dari si mayit (anak keturunan berada pada derajat pertama dalam pembagian warisan dan kerabat pada derajat berikutnya) dan kita ketahui bahwa Nabi pada masa hidupnya memiliki keturunan.
Fathimah Zahra setidaknya masih hidup selama tujuh puluh lima hari selepas wafatnya Nabi saw. Selain itu, para istri Nabi yang kesemuanya mendapat warisan Nabi sebanyak seperdelapan bagian dengan syarat mereka hidup tatkala Nabi wafat.
Dengan asumsi bahwa semuanya kita abaikan, Ali adalah putra paman Nabi saw dan putra paman berada pada derajat ketiga dalam pembagian warisan. Kita tahu bahwa Abbas adalah paman Nabi dan ia masih hidup pada saat Nabi wafat dan paman berada pada derajat kedua dalam pembagian warisan.
Akan tetapi sesuai fikih Ahlusunnah, setelah menyerahkan saham (seperdelapan) para istri, harta dibagi menjadi dua bagian, satu bagian untuk Fathimah Zahra yang merupakan putri satu-satunya Nabi. Sedangkan bagian yang lain, yang bukan bagiannya, diserahkan kepada Abbas, pamannya.
Oleh karena itu, Amirul Mukminin as tidak akan pernah menjadi warits Nabi saw. Dari sisi lain, karena Nabi dengan jelas dan tegas mengumumkan bahwa Ali adalah warits Nabi, maka warits dalam hadis ini pastilah sesuatu yang lain. Tentu saja, tema warisan dalam hadis-hadis ini adalah kedudukan, posisi maknawi dan derajat sosial Nabi. Benar, Ali adalah warits ilmu dan sunah Nabi, dan oleh sebab itu ia adalah khalifah Rasulullah.
Nabi saw bersabda kepada Ali as, “Engkau adalah saudara dan waritsku.” Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Apa yang akan aku warisi darimu?” Nabi bersabda, “Sesuatu yang telah diwariskan oleh para nabi sebelumku.” Ia berkata, “Warisan apa yang mereka tinggalkan kepadamu?” Nabi bersabda, “Kitabullah dan sunah para nabi Allah.”[4] Imam Ali sendiri berkata, “Aku adalah warits ilmu nabi.”[5]
[1] Tarikh Dimasyq, jil. 3, hal. 5, hadis ke-1030 & 1031 dan Manaqib ibn Maghazali, hal. 200, hadis ke-238.
[2] Faraidh al-Simthain, jil. 1, hal. 272, bab 52, hadis ke-211.
[3] Faraidh al-Simthain, hal. 315, bab 58, hadis ke-25.
[4] Kanz al-‘Ummal, jil. 13, hal. 106, hadis ke-36345.
[5] Al-Mustadrak ‘ala Shahihain, jil. 3, hal. 126.