Senin, Desember 9

Kisah singkat tentang Imam Hadi as : Dia tahu apa yang kusebutkan dalam doaku

Di masa Imam Hadi as, ada seseorang bernama Abdurrahman yang tinggal di Isfahan dan ia adalah seorang Syiah. Padahal waktu itu di Isfahan jarang sekali ada orang Syiah. Saat ditanya kenapa ia Syiah, dia bercerita:

Dulu aku orang yang fakir dan miskin. Namun, meski aku miskin, aku lantang berbicara dan tegas. Pada suatu hari, bersama beberapa orang Isfahan lainnya kami pergi ke kota Samarra untuk mengadukan keadaan kami yang waktu itu sering dizalimi; kami ingin mengadukan keadaan kami kepada Khalifah Mutawakkil (Khalifah ke-10 Bani Abbas).

Sesampai di sana, saat kami masih di depan pintu gerbang istana menunggu diizinkan masuk, kami mendengar kegaduhan yang ternyata saat itu juga khalifah memerintahkan agar seseorang yaitu Imam Hadi as dihadirkan ke istana untuk dijatuhi hukuman mati. Saat itu aku tidak tahu siapa beliau. Aku pun bertanya kepada orang-orang yang ada di situ. Mereka menjawab, “Itu adalah orang yang dijadikan pemimpin oleh orang-orang Rafidhi (Syiah).”

Aku pun ingin tahu lebih banyak apa yang bakal terjadi dan aku menunggu. Lalu tak lama kemudian datang seseorang yang menunggangi kuda. Orang-orang di sekitar pun membukakan jalan buat beliau. Wajahnya begitu bercahaya yang seketika itu juga tumbuh rasa cinta di hatiku terhadap beliau, lalu aku berdoa semoga Allah menjaganya dari kejahatan Mutawakil. Aku pun galau dan sangat khawatir. Herannya, Imam Hadi as mendatangiku lalu berkata, “Allah akan mengabulkan doamu. Ia juga akan memanjangkan umurmu, memperbanyak hartamu dan anak-anakmu serta memberimu panjang umur.” Aku sangat terkejut dan terheran-heran, bangaimana dia tahu apa yang kukatakan dalam hatiku? Orang-orang di sekitarku bertanya ada apa, aku pun diam saja dan tidak menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.

Kemudian aku pulang ke Isfahan, dan ternyata benar, sedikit demi sedikit hartaku semakin melimpah, keturunanku bertambah dan saat ini aku berusia tujuh puluh tahun. Itulah mengapa aku menjadi Syiah.

Referensi: Kasyful Ghummah jil. 2, hal. 389; Biharul Anwar, jil. 50, hal. 141, h. 26; At-Tsaqib fil Manaqib, hal. 549.

Terjemahan dari: http://dastanquran.blogfa.com/post/1755

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 + 2 =