Senin, Desember 9

Tiga cara mendekatkan diri kepada Allah swt menurut Ayatullah Jawadi Amuli

Islam menyediakan banyak jalan untuk manusia guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Yang pertama, adalah dengan cara “Menuntut Ilmu”, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw: “Menuntut ilmu adalah kewajiban Muslim dan Muslimah”. Sehingga dengan menuntut ilmu, manusia dapat mengenal dirinya, alam sekitarnya, hubungan antara alam semesta dengan dirinya, yang mana diri ini dan alam semesta semuanya berada dalam sebuah kekuasaan satu Tuhan yaitu Allah swt; baik ilmu itu dipelajari di Hauzah maupun Universitas.

Baik ayat 122 Surah Taubah maupun hadis yang menekankan wajibnya menuntut ilmu, semuanya yang dimaksud ilmu itu adalah ilmu baik yang ada di Hauzah maupun Universitas.

Kenapa ilmu itu harus dicari, karena pertama dengan menuntut ilmu seorang manusia yang alim / berpengetahuan akan mengetahui mana jalan yang benar dan tidak melenceng; dan kedua (orang alim itu), tidak akan menutup jalan kebenaran (dapat mengarahkan orang lain ke jalan yang benar). Inilah istimewanya ilmu dan pengetahuan.

Cara kedua dalam mendekatkan diri kepada Allah swt adalah ibadah. Seperti yang kita tahu: shalat, puasa, haji, umrah dan lain sebagainya. Dengan ibadah ini manusia dapat mensucikan dirinya, ruhnya, jiwanya dan pikirannya dari segala kebatilan dan kenistaan; agar kebatilan tidak tumbuh berkembang di jiwa kita.

Cara ketiga adalah Doa; yang merupakan kombinasi antara ilmu dan ibadah. Sayang sekali kita kebanyakan lemah dalam hal ketiga ini padahal cara ketiga ini sangat penting. Sering kali kita tidak kepikiran betapa pentingnya Doa dan terasa sepele bagi kita.

Ya, terkadang kita membaca sebuah doa dengan niatan agar mendapatkan pahalanya. Bukan, bukan itu doa yang dimaksud doa yang sebenarnya.

Bayangkan ketika seseorang diberitahu oleh dokternya bahwa ia memiliki penyakit ganas yang susah disembuhkan. Orang seperti itu, kebayang seperti apa dia memelas. Bayangkan orang seperti ini seperti apa ia berdoa kepada Tuhannya untuk disembuhkan, betapa pasrahnya ia. Doa orang seperti itulah yang dimaksud Doa di sini.

Jika ingin berdoa, bayangkan kita sedang di ambang kematian dan penuh kegelisahan serta ketakutan. Berdoalah seakan-akan kita dalam kondisi seperti itu.

Dengan berdoa seperti itu, kita benar-benar tahu dengan siapa kita berbicara, dan kita juga benar-benar meminta dan menginginkan apa yang kita ucapkan dalam doa kita. Oleh karena itu disebutkan bahwa Doa adalah Inti dan Sari Pati Ibadah.

Pernah kita dengar, kalau kita tidak terdesak dan kepepet kita tidak membaca doa? Ada kalanya kita membaca doa. Ada juga kalanya kita benar-benar meminta dan menginginkan apa yang terucap dalam doa itu.

Jelas memang iya ada pahalanya jika kita membaca doa-doa yang biasa kita baca usai shalat maupun saat shalat. 

Itulah kenapa dalam munajat-munajat yang dibawakan oleh Hajj Abdullah Anshari disebutka bahwa “tahu” itu tidak penting, yang penting adalah “punya” dan “memiliki”. 

Mungkin ada seorang kiyai atau ilmuan yang tahu banyak ilmu pengetahuan. Ia disebut “orang yang tahu banyak”. Ya tentu di tengah masyarakat pasti ia terhormat karena ilmunya. Tapi belum tentu ia benar-benar memiliki pengetahuannya hingga melekat pada jiwanya. Orang yang “memiliki” dan “punya” ilmu tidak hanya tahu, tapi pengetahuannya berdampak pada dirinya, menjaganya dengan sempurna.

Doa lebih tinggi dari “tahu ilmu” dan “memiliki ilmu”. Ada orang yang pergi mencari ilmu, ada yang sibuk beribadah dan ada yang memanjatkan doa dengan arti yang sebenarnya. Doa yang aku maksud di sinilah yang disebut dengan Inti dan Sari Pati Ibadah. Doa ini adalah hasil kombinasi kampus, hauzah dan masjid. Kombinasi ilmu dan pengetahuan dengan ketaatan dalam beribadah.

Semoga Allah mengampuni kita semua…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 + = 13