Kaidah ini istilah aslinya dalam bahasa Arab adalah kaidah Farogh/Tajawuz.
Bunyi kaidah ini adalah, jika seusai dilakukannya sebuah amalan timbul keraguan sah atau tidaknya amal tersebut maka keraguan tersebut tidak perlu dihiraukan.
Contohnya jika seusai dilakukannya shalat subuh timbul keraguan apakah bacaan Al-Fatihah di rakaat pertama shalat tersebut benar atau tidak, maka kita abaikan saja keraguan itu.
Dasar kaidah ini adalah beberapa riwayat Aimah, Ijma’ dan juga logika.
Di bawah ini akan disebutkan dua riwayat yang dapat dijadikan dasar kaidah di atas:
Pada suatu hari sahabat Imam Shadiq as yang bernama Zurarah bertanya kepada beliau mengenai keraguan akan beberapa amalan/bagian dalam shalat lalu Imam menjawab,
یَا زُرَارَةُ إِذَا خَرَجْتَ مِنْ شَیْءٍ ثُمَّ دَخَلْتَ فِی غَیْرِهِ فَشَکُّکَ لَیْسَ بِشَیْءٍ
Wahai Zurarah, jika engkau telah usai dari satu bagian (shalat) dan masuk ke bagian lainnya, maka tidak perlu dihiraukan keraguanmu itu. (Syaikh Thusi, Tahdzibul Ahkam, jil. 2, hal. 352)
Begitu juga Muhammad bin Muslim pernah meriwayatkan dari Imam Baqir as,
کُلُّ مَا شَکَکْتَ فِیهِ مِمَّا قَدْ مَضَى فَامْضِهِ کَمَا هُوَ
Segala yang engkau ragukan jika sudah berlalu maka biarlah berlalu. (Ibid)
Diterjemahkan bebas dari artikel di link ini.