Kamis, Mei 2

Begini akhlak Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib dalam perang

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah dan penerus nabi yang sudah pasti apa yang ia ajarkan adalah apa yang diajarkan Rasulullah saw. Dalam mensikapi musuh, dalam kondisi apapun termasuk perang, Imam Ali as mengajarkan etika nabi yang luar biasa mulia ini.

Islam tidak haus darah, tidak haus kekuasaan. Pesan yang paling tegas beliau adalah: Islam tidak memulai peperangan!

Berikut ini adalah riwayat dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib as dan nasehat beliau bagaimana kita harus bersikap terhadap musuh dalam dalam kondisi apapun, termasuk saat berperang.

أَنَّ عَلِيّاً (ع) کَانَ يَأْمُرُنَا فِي کُلِّ مَوْطِنٍ لَقِيَنَا مَعَهُ عَدُوَّهُ يَقُولُ: «لَا تُقَاتِلُوا الْقَوْمَ حَتَّى يَبْدَءُوکُمْ فَإِنَّکُمْ بِحَمْدِ اللَّهِ عَلَى حُجَّةٍ وَ تَرْکُکُمْ إِيَّاهُمْ‏ حَتَّى يَبْدَءُوکُمْ حُجَّةٌ أُخْرَى لَکُمْ عَلَيْهِمْ فَإِذَا قَاتَلْتُمُوهُمْ فَهَزَمْتُمُوهُمْ فَلَا تَقْتُلُوا مُدْبِراً وَ لَا تُجْهِزُوا عَلَى جَرِيحٍ وَ لَا تَکْشِفُوا عَوْرَةً وَ لَا تُمَثِّلُوا بِقَتِيلٍ فَإِذَا وَصَلْتُمْ إِلَى رِحَالِ الْقَوْمِ فَلَا تَهْتِکُوا سِتْراً وَ لَا تَدْخُلُوا دَاراً إِلَّا بِإِذْنِي وَ لَا تَأْخُذُوا شَيْئاً مِنْ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مَا وَجَدْتُمْ فِي عَسْکَرِهِمْ وَ لَا تُهَيِّجُوا امْرَأَةً بِأَذًى وَ إِنْ شَتَمْنَ أَعْرَاضَکُمْ وَ تَنَاوَلْنَ أُمَرَاءَکُمْ وَ صُلَحَاءَکُمْ فَإِنَّهُنَّ ضِعَافُ الْقُوَى وَ الْأَنْفُسِ وَ الْعُقُولِ وَ لَقَدْ کُنَّا وَ إِنَّا لَنُؤْمَرُ بِالْکَفِّ عَنْهُنَّ وَ إِنَّهُنَّ لَمُشْرِکَاتٌ وَ إِنْ کَانَ الرَّجُلُ لَيَتَنَاوَلُ المَرْأَةَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ بِالْهِرَاوَةِ أَوِ الْحَدِيدِ فَيُعَيَّرُ بِهَا عَقِبُهُ مِنْ بَعْدِهِ»

Artinya:

Sesungguhnya setiap kali kami bersama Ali bin Abi Thalib as dan bertemu dengan musuh, beliau memerintahkan kami dengan berkata: Janganlah kalian membunuh dan memerangi suatu kaum kecuali mereka yang memulai memerangi kalian. Sesungguhnya kalian, Alhamdulillah, memiliki bukti kebenaran. Saat kalian membiarkan mereka dengan cara tidak memulai peperangan kecuali jika mereka yang memulainya, itu juga menjadi bukti kebenaran yang lain di tangan kalian untuk mereka. Jika kalian (pada akhirnya) memerangi mereka, maka janganlah kalian bunuh orang-orang yang lari, jangan kalian celakai mereka yang terluka, jangan kalian buka aurat mereka yang terbunuh dan jangan pula kalian “hinakan”. Jika kalian tiba di pemukiman mereka, janganlah kalian singkap tabir-tabir (rumah mereka), jangan kalian masuki rumah mereka tanpa izinku, jangan kalian ambil harta apapun dari mereka kecuali apa yang kalian temukan pada tentara-tentara mereka. Jangan kalian sakiti para wanita. Jika wanita-wanita itu mencaci dan menghina kehormatan kalian, (maka abaikan) itu karena mereka orang-orang yang lemah fisiknya, lemah jiwanya dan fikirannya (tidak bisa menahan emosi). Karena kami di jaman nabi meski wanita-wanita itu musyruk sekalipun, kami diperintahkan untuk tidak menyakiti mereka. Di jaman jahiliah sekalipun saat seorang lelaki memukul seorang perempuan dengan cambuk atau sepotong besi, lelaki itu akan selalu dihina sesudahnya karena perbuatan itu.

Referensi riwayat: Nashr bin Mazahim, Waq’ah Shiffin, hal. 203-204; Ibn Maitsam, Maitsam bin Ali, Syarh Nahjul Balaghah, jil. 7, hal. 83-87.

Diambil dari: http://eporsesh.com/