Tanya: Apa dampak iman dan keyakinan terhadap hari pembalasan bagi diri pribadi dan perilaku seseorang? Dan permasalahan sosial yang manakah yang dapat dibenahi dengan adanya keyakinan ini? Karena kita tidak dapat mengingkari bahwa perkembangan umat manusia bergantung kepada aktifitas yang mereka lakukan; dan aktifitas umat manusia akan lebih berkembang dengan adanya harapan untuk maju. Yakni, seorang manusia akan mendapatkan semangat untuk meningkatkan kinerja kerjanya ketika ia membayangkan betapa nikmatnya jika ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik; dan dengan demikian, aktifitas umat manusia dapat berkembang dengan pesat. Ketika seseorang merasakan nikmatnya keuntungan yang ia dapat berkat pekerjaan yang telah ia selesaikan, maka ia akan lebih bersemangat untuk menjalankan aktifitas yang lainnya.
Melalui jalan inilah kehidupan umat manusia dapat semakin berkembang; dan dengan demikian dalam setiap saat dan dalam setiap harinya kinerja kerja umat manusia semakin meningkat. Dengannya umat manusia akan menemukan banyak penemuan-penemuan baru dan segala hal yang lainnya yang berguna. Kini pendapat saya, jika iman dan percaya akan hari pembalasan tidak menyebabkan umat manusia tidak bergairah untuk mencapai perkembangan dunia yang lebih baik, dan tidak menyebabkan aktifitas besar-besaran umat manusia tidak terhambat, maka artinya iman tersebut tidak berpengaruh dalam jiwa dan perilaku umat manusia.
Jawab: Ya, bisa dikatakan semua ajaran agama-agama yang ada di muka bumi selalu mengingatkan pemeluknya akan adanya hari pembalasan yang mana di sana manusia akan diberi balasan dan hukuman; dan Islam adalah salah satu dari agama-agama tersebut. Islam memiliki tiga ajaran dasar dan pokok yang mana iman terhadap hari pembalasan adalah pokok ketiganya. Barang siapa tidak mengimani hari pembalasan, maka sama sama seperti orang yang tidak mengimani Tauhid dan kenabian; belum dapat disebut sebagai seorang muslim sejati. Dengan demikian, sesungguhnya sebagaimana Islam sangat mementingkan Tauhid dan kenabian, Islam juga sangat mementingkan iman terhadap hari pembalasan.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan bahwasannya tujuan yang mendasar dalam pendidikan dan ajaran Islam adalah pembangkitan fitrah dan jiwa alamiah manusia yang suci. Yakni Islam ingin mewujudkan manusia yang benar-benar fitri. Oleh karena itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa iman terhadap hari pembalasan merupakan salah satu rukun hayati Manusia Fitri. Seorang manusia tanpa memiliki iman terhadap hari pembalasan, bagai sesosok tubuh tak bernyawa. Padahal nyawa adalah pangkal segala kebahagiaan dan kesempurnaan.
Kita tidak boleh berpikiran buruk dan menganggap ajaran-ajaran Islam hanya sebagai ajaran kering tak bernyawa yang dengan sengaja telah diciptakan untuk menyibukkan diri manusia dan harus diterima secara buta-membuta tanpa ada tujuan-tujuan mulia di baliknya. Bahkan sebenarnya ajaran-ajaran Islam merupakan sistem yang sangat teratur yang telah diciptakan sesuai dengan tabiat manusia yang sangat berguna untuk mengatur keyakinan, jiwa, dan perilaku dengan sebaik-baiknya. Hukum-hukum ini telah diukur dengan kebutuhan-kebutuhan yang akan dirasakan umat manusia selama hidup di dunia ini. Dengan menerima dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, umat manusia akan merasakan nikmatnya memiliki hidup yang teratur. Ayat berikut ini adalah sebaik-baiknya dalil akan hal ini:
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah ajakan Allah dan utusan-Nya ketika mereka mengajak kalian kepada sesuatu yang akan menghidupkan diri kalian…”[1]
“Dengan teguh dan dalam keadaan yang patut menghadaplah ke arah agama ini! Yakni fitrah dan bentuk penciptaan yang mana umat manusia tercipta atas dasar hal itu. Tidak ada perubahan dalam penciptaan Tuhan. Itulah agama yang dapat mengatur hidup umat manusia.”[2]
Dengan demikian, ajaran-ajaran Islam tidak ada bedanya dengan hukum-hukum sosial dalam segi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hayati umat manusia. Tetapi perbedaan yang sangat penting antara ajaran-ajaran Ilahi dengan hukum-hukum ciptaan manusia adalah: hukum-hukum ciptaan umat manusia mengira bahwa kehidupan umat manusia hanya berupa kehidupan duniawi yang berumur beberapa hari saja di dunia; dan asas hukum-hukumnya adalah apa saja yang diinginkan oleh mayoritas umat manusia. Adapun menurut ajaran-ajaran Islam, kehidupan manusia tidak terbatas pada dunia materi ini saja, bahkan kehidupan manusia adalah kehidupan abadi yang akan terus berlanjut di akherat; dan kebahagiaan dan kesengsaraan umat manusia di alam abadi tergantung dengan baik dan buruknya amal perbuatan mereka di duni ini. Oleh karenanya Islam membawakan ajaran-ajaran seperti ini yang mana telah tercipta berdasarkan akal sehat dan tidak mengikuti kemauan keinginan-keinginan mayoritas umat manusia yang didasari oleh hawa nafsu dan emosi.
Menurut kebanyakan orang, keinginan mayotitas masyarakat adalah tolak ukur dapat dijalankannya suatu hukum. Akan tetapi Islam tidak berpikiran seperti itu. Menurut Islam, hukum-hukum yang layak dijalankan oleh semua orang adalah hukum-hukum yang sesuai dengan kebenaran. Jika suatu hukum sesuai dengan kebenaran, maka semua orang wajib menjalankannya; baik sesuai dengan keinginan mereka atau tidak.
Islam menjelaskan bahwa Manusia Alami (yakni manusia yang fitrah alamiahnya belum ternodai segala bentuk keburukan), dengan sendirinya menyadari akan keberadaan hari pembalasan. Oleh karenanya, ia memandang dirinnya sebagai makhluk yang memiliki hayat abadi. Dengan demkian ia merasa untuk harus menjalankan kehidupannya dengan penuh kesadaran berpikir dan tidak boleh lupa sesekalipun akan kenyataan ini. Ia tidak seperti seorang materialis yang sama sekali tidak mengetahui dimanakah ia sebelumnya dan dimanakah kelak ia akan berada. Seorang materialis hanya memiliki pola pikir hewani; dan harapan tertingginya adalah menikmati segala kenikmatan materi sepuas-puasnya. Jadi, iman rerhadap hari pembalasan memiliki dampak positif yang sangat jelas bagi pemikiran, etika, jiwa, dan amal perbuatan setiap individu dan bahkan seluruh umat manusia.
Adapun dampak keimanan tersebut terhadap pikiran manusia, seperti ini: ia akan melihat dirinya dan segala yang ada di sekitarnya sebagaimana apa adanya. Ia akan memangdang dirinya sebagai seorang makhluk yang berusia beberapa hari saja di dunia ini yang merupakan bagian dari tubuh alam yang selalu bergerak. Ia dan segala maujud yang adala bak kafilah yang sedang berjalan menuju alam lain; yaitu alam yang kekal dan abadi. Kafilah ini telah bertolak dari sumber wujud dan bergerak menuju tujuannya. Adapun pengaruhnya terhadap etika, dengan menyadari kenyataan ini, ia akan berusaha menyesuaikan dan membatasi dorongan-dorongan nafsu dan syahwat yang bergejolak dalam batinnya.
Seseorang yang karena kebutuhan-kebutuhannya memandang dirinya sebagai maujud yang berkaitan erat dengan alam, dan bagaikan setitik debu yang terbang kesana kemari tertiup angin kencang dan bergerak berbondong-bondong dengan alam menuju puncak kesempurnaan, maka pandangan diri ini tidak akan pernah membiarkannya terkecoh oleh dorongan-dorongan nafsu dan bujukan syaitan. Ia tidak akan pernah rela menyerahkan diri ke tangan-tangan pemuja syahwat. Jika ia telah menyadari keberadaan dirinya yang sesungguhnya, ia tidak lagi mau menghabiskan waktu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang biasa dilakukan orang-orang yang tak tahu diri. Jika semua umat manusia telah memiliki kesadaran seperti ini, maka tidak akan ada satupun aktifitas tak berguna yang dilakukan. Umat manusia tidak akan segan mengorbankan nyawanya demi tujuan-tujuan mulia. Mereka memahami bahwa dengan pengorbanan, ia akan terlepas dari kekangan kehidupan materi yang berumur beberapa hari ini dan sebagai gantinya, ia akan memasuki kehidupan baru yang abadi. Ia tidak takut akan kematian, karena ia yakin kelak akan mendapatkan balasan yang sangat besar. Ia tidak seperti seorang materialis yang hanya untuk mengorbankan diri saja, ia harus mengarang hal-hal yang tak ia ketahui demi menenangkan hati mereka dan dengan demikian mereka terpaksa harus menyesatkan orang lain. Karena sesungguhnya kebanyakan materialis telah sering membual dan memerintahkan sesamanya untuk mengorbankan diri dengan harapan namanya akan kekal dan setelah kematian ia akan hidup dengan kebahagiaan abadi. Kita dapat mengerti betul bahwa hal ini hanya sekedar bualan; pada hakikatnya mereka tidak meyakini alam setelah kematian, lalu bagaimana mereka menjanjikan alam kebahagiaan abadi setelah kematian?
Dengan demikian, pernyataan yang telah anda bawakan di akhir baris tulisan surat anda adalah pernyataan yang tak berdasar. Jangan anda pikir dengan mengingat kematian dan mengimani hari kebangkitan, semangat umat manusia untuk beraktifitas akan menurun. Janganlah anda berpikiran bahwa faktor semangat beraktifitas adalah rasa butuh; dan dengan membayangkan hari pembalasan, rasa butuh tersebut akan lenyap. Ini tidak benar; buktinya di masa-masa keemasan Islam yang mana kebanyakan orang Islam waktu itu memiliki iman yang sangat kuat terhadap hari pembalasan, orang-orang Islam telah melakukan berbagai macam aktifitas sosial yang sangat menakjubkan dan tidak dapat dibandingkan dengan orang-orang Islam yang hidup di zaman setelahnya. Ya, yang dampak yang dihasilkan oleh iman terhadap hari pembalasan adalah tercegahnya manusia dari pemujaan nafsu dan cinta materi yang berlebihan serta berkurangnya kejahatan di muka bumi.
Dampak iman terhadap hari pembalasan terhadap jiwa manusia sangat baik sekali. Dengan iman ini, jiwa dan ruh manusia akan tetap hidup. Ketika ia tertimpa kesusahan, dengan tenang ia menyadari bahwa dengan kesabaran ia akan mendapatkan ganjaran yang sangat baik di kehidupan berikutnya. Dan ketika ia melakukan perbuatan terpuji, dengan ikhlas ia menyadari bahwa kelak Tuhannya akan memberikan imbalan yang berkali-kali lipat besarnya.
Dan adapun dampak keimanan ini terhadap perilaku seorang manusia secara pribadi dan begitu juga bagi sekelompok masyarakat, juga sangat baik sekali. Dengan keimanan ini, semua orang akan menyadari bahwa ada Dzat Yang Maha Tahu yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Ia dapat mengetahui segala amal perbuatan yang mereka lakukan secara diam-diam maupun terang-terangan. Ia adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui. Mereka akan sadar bahwa akan datang suatu hari yang mana pada hari itu semua amal perbuatan mereka akan dihitung dan ditimbang dengan sangat teliti. Dengan demikian, manusia akan merasa tercegah untuk melakukan perbuatan keji sekecil apapun; karena ada seorang pengawas yang sangat mengetahui akan apa yang dilakukannya.
[1] QS. Al-Anfal: 24.
[2] QS. Ar-Rum: 30.