Ungkapan penghambaan kepada Tuhan yang paling tinggi adalah sujud di atas tanah. Itulah yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada umat Islam. Beliau bersabda, “Telah dijadikan kepadaku tanah ini sebagai tempat bersujud dan sesuatu yang mensucikan.”[1]
Dari hadits di atas dapat difahami dua hal:
- Kita harus meletakkan kening kita ke atas tanah dalam bersujud.
- Jika kita tidak menemukan air untuk wudhu atau mandi, kita harus menjadikan tanah sebagai sarana untuk bertayamum.
Sayang sekali sunah nabi ini telah dihapuskan dari masjid-masjid Ahlu Sunah. Dahulu kala, saat kondisi keuangan umat Islam masih lemah, masjid-masjid hanya beralaskan tikar atau bahkan beralaskan tanah saja. Namun kini semua masjid telah digelari karpet mewah dan sunah nabi ini menjadi terlupakan.
Syiah berkeyakinan bahwa ketika shalat, kita harus sujud (meletakkan kening) di atas tanah atau apa saja yang tumbuhnya dari tanah. Banyak sekali dalil riwayat yang dapat anda dapatkan penjelasannya dalam kitab Al Inshaf fi Masail Dama Fiha Al Khilaf.[2]
Adapun sujud di atas tanah Karbala, memang kita memiliki banyak riwayat yang telah menjelaskan keutamaan-keutamaannya. Sujud di atas tanah Karbala bukanlah berarti kita bersujud untuk Husain, namun sujud untuk Tuhan di atas tanah Karbala. Dalam istilah ilmu Fiqih, tanah Karbala tersebut adalah Masjudun Alaih yakni tempat kita bersujud. Amal ini adalah mustahab, tidak wajib. Mungkin salah satu rahasia keutamaan tanah Karbala adalah tertumpahnya darah Imam Husain di atasnya dalam menggoncangkan pemerintahan Umawiyah dan menegakkan Islam yang sebenarnya. Sujud di atas tanah itu mengingatkan kita kepada pengorbanan Imam Husain as dan 72 sahabatnya; yang mana mereka telah mendahulukan kematian berdarah daripada kehinaan dalam hidup mereka. Adapun nabi Muhammad saw tidak sujud di atas tanah Karbala, itu pun jika memang benar, jelas hanya karena saat itu peristiwa Karbala masih belum terjadi.
Kita perlu sadari kenyataan ini, bahwa para wali Allah seringkalinya sujud di tempat-tempat yang mulia.
Masruq bin Ajda’ (wafat tahun 62 Hijriah) yang termasuk para Tabi’in, ketika bepergian ia selalu membawa gumpalan tanah dari Madinah untuk ia pakai sujud.[3]
Lebih dari itu, untuk sujud di atas tanah yang benar-benar suci di tempat-tempat umum bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu para penganut Syiah selalu membawa tahan suci bersama mereka untuk digunakan ketika bersujud dalam shalatnya. Sehingga dengan demikian mereka merasa lega dengan tertunaikannya perintah Ilahi dalam beribadah di manapun mereka berada.
Coba giliran kami yang bertanya, apakah nabi Muhammad Saw juga sujud di atas karpet-kerpet mewah yang kalian gelar di masjid-masjid kalian? Tentu tidak. Karena bilau hanya sujud di atas tanah atau tikar yang terbuat dari tumbuhan.
Beliau selalu menekankan masalah sujud di atas tanah. Jika beliau melihat sahabatnya sujud namun ada penghalang antara keningnya dengan tanah, beliau berkata, “tempelkan kening kalian ke tanah.”[4]
Masih banyak lagi riwayat lain yang mirip dengan riwayat tersebut kandungannya.
Jika ternyata sekarang kita ditekankan untuk sujud di atas karpet-karpet mewah, maka tidak heran jika kita sering mendengar bahwa di akhir zaman yang sunah menjadi bid’ah dan yang bid’ah menjadi sunah.
Sebagai penutup, saya bawakan sebuah riwayat bahwa Ummu Salamah berkata, “Dalam keadaan menangis, Rasulullah saw berkata:
“Jibril membawakanku segenggam tanah yang mana cucuku Husain akan terbunuh di atas tanah itu.”[5]
[1] Shahih Bukhari, jilid 1, halaman 91, bagian Tayamum, hadits ke-2.
[2] Al Inshaf, jilid 1, halaman 234-267.
[3] Musnad Ibn Abi Syaibah, jilid 2, halaman 172.
[4] Al Aziz Syarah Al Wajiz (yang dikenal dengan Syarah Kabir), jilid 1, halaman 252.
[5] Thabaqat Ibnu Sa’ad, jilid 8, hadits 79; Thabrani, Mu’jam Kabir, jilid 3, halaman 114-115, hadits 2817.