Senin, April 29

Apakah menurut Syiah mencaci para khulafa adalah ibadah?

Padahal Ahlu Sunah tidak pernah mencaci Ahlul Bait. Namun mengapa Syiah menganggap mencaci para sahabat, khususnya para khulafa, adalah ibadah?

Jawaban:

Syiah adalah pengikut Imam Ali bin Abi Thalib as yang berkata kepada sahabat-sahabatnya:

“Aku tidak suka kalian mencela dan mencaci. Daripada kalian mencela dan mencaci, lebih baik kalian memperingatkan mereka.”[1]

Oleh karena itu, celaan-celaan yang pernah anda dengar adalah perbuatan orang-orang tidak berbudaya dan berpendidikan. Padahal Rasulullah saw sendiri pernah bersabda, “Mencela orang yang beriman adalah kefasikan.” Oleh karena itu:

Syiah tidak mencaci semua sahabat. Total keseluruhan sahabat nabi jumlahnya mencapai seratus ribu orang. Kurang lebih lima belas ribu orang dari mereka telah tercatat dalam sejarah, sedang yang lainnya tidak diketahui. Orang berakal manakah yang mau melempar anak panah ke ruangan gelap dan mencaci orang yang tidak dikenal?

Dia antara lima belas sahabat, banyak di antara mereka yang tidak ikut andil dalam terwujudnya penderitaan-penderitaan yang menimpa Ahlul Bait. Sebagian lagi memang benar-benar mentaati nabi dalam hal menjadikan Ali bin Abi Thalib as sebagi Imamnya. Syiah tidak mungkin mencela orang-orang seperti mereka. Adapun mereka yang menzalimi keluarga nabi dan merampas hak-haknya, Syiah tidak pernah berhanti mengkritik mereka. Tuhan pun melakukan hal yang sama, misalnya terhadap Walid bin ‘Uqbah yang disebut fasik,[2] atau sekelompok orang yang meninggalkan nabi di khutbah Jum’at karena urusan dagangan.[3]

Sayang sekali orang-orang Salafi menganggap kritikan terhadap orang-orang sedemikian rupa sebagai perbuatan yang menyebabkan kemurtadan.

Jika anda merujuk pada Shahih Al Bukhari, pada tafsir surah An-Nur, hadits ke-4720, anda akan menemukan ada dua sahabat besar yang bernama Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin ‘Ubadah yang sedang bercekcok di masjid dan di hadapan nabi. Sa’ad bin ‘Ubadah berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz, “Demi Tuhan engkau telah berbohong!” Usaid bin Hadhir berkata kepada Sa’ad bin Ubadah, “Demi Tuhan, engkau adalah termasuk para pembohong dan munafik yang membela orang munafik!” Begitu pula peristiwa Ammar Yasir dengan Khalid bin Walid, terjadi di hadapan nabi.[4]

Dengan melihat percekcokan dan caci maki yang terjadi di hadapan beliau, Rasulullah saw tidak berkata, “Karena kalian telah menyebut sahabatku sebagi pembohong dan munafik, maka kalian telah keluar dari Islam.”

Rasulullah saw hanya menyebut mereka sebagai “kelompok yang membangkang”. Ketika beliau melihat Ammar Yasir yang mukanya berlumuran debu dan tanah, beliau berkata: “Selamat bagi Ammar yang dibunuh oleh kelompok pembangkang. Ammar mengajak mereka menuju surga namun mereka mengajak Ammar menuju neraka.”[5]

Dan, kami juga mendengar bahwa mazhab Asy’ari tidak memfatwakan bahwa mengkafirkan dan melaknat sahabat dapat menyebabkan kemurtadan.[6]

[1] Nahjul Balaghah, kata-kata singkat no 206.

[2] Al Hujurat, ayat 6.

[3] Al Jumu’ah, ayat 11.

[4] Mustadrak Al Hakim, jilid 3, halaman 29.

[5] Shahih Muslim, jilid 4, halaman 2234, hadits 2916; Thabaqat Ibnu Sa’ad, jilid 3, halaman 252; Mustadrak Al Hakim, jilid 3, halaman 149; Jami’ Al Ushul, jilid 9, halaman 44, hadits ke-6583.

[6] Al Fashl, Ibnu Hazm, jilid 4, halaman 204.