Jumat, Mei 3

Ikhtilaf umat Islam di bawah kepemimpinan Imam Ali as

Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Islam mendapatkan kejayaan bermacam-macam seperti memenangkan negri-negri sebrang. Islam tidak mengalami kejayaan lain yang lebih besar dari masa itu. Namun di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang kalian anggap sebagai Imam maksum, umat Islam mengalami ikhtilaf di dalam.

Jawaban:

Jika anda menganggap keagungan pribadi seseorang ada pada luas kekuasannya secara geografi, maka sungguh Abu Bakar dan Umar lebih mulia dari nabi Muhammad Saw! Karena kekuatan yang dimiliki oleh Islam saat itu lebih kecil dari masa-masa pemerintahan dua khalifah pertama.

Apakah anda tidak salah mengatakan tidak ada masa Islam yang lebih berjaya dari masa itu? Jika yang anda tekankan adalah luasnya daerah kekuasaan Islam, di masa pemerintahan Harun Ar Rasyid, kekuasaan Islam lebih luas dari sebelumnya. Kalau begitu Harun seharusnya lebih tinggi dari semuanya, bahkan dari nabi!

Hal yang mungkin anda lupakan adalah, menyebarnya Islam dengan cepat bukanlah berkat pemerintahan dua khalifah itu; namun karena memang ajaran Islam mengandung pesan-pesan mulia yang dapat diterima semua orang.

Syi’ar “laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah) menyerukan teriakan keadilan sosial yang begitu menarik perhatian semua orang. Selain itu juga ada budaya Jihad dan Kesyahidan yang begitu berpengaruh dalam hal ini.

Ikhtilaf umat Islam di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib justru buah yang dihasilkan oleh kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya, khususnya khalifah ketiga yang mana ia telah menyebarkan hasrat kecintaan pada harta benda. Ulah khalifah ketiga lah yang membuat umat Islam berpecah belah. Karena Ali memaksa umatnya untuk kembali ke masa kenabian Rasulullah Saw, kaum pecinta dunia jelas menentangnya lalu dengan bantuan harta yang telah mereka timbun sebelumnya mereka bangkit berperang melawan Ali. Ali pun berdasarkan Al Qur’an dan perintah nabi dengan teguh memerangi mereka.[1]

Oleh karenanya itu ikhtilaf yang ada tidak bisa dinisbatkan kepada kekhilafahan Ali bin Abi Thalib, namun karena didikan kekhilafahan sebelumnya yang membuat mereka enggan menerima pemerintahan Ilahi yang sebenarnya.

[1] Shahih Ibnu Hayyan, jilid 15, halaman 258; Mustadrak Al Hakim, jilid 3, halaman 122; Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 17, halaman 360, hadits 11258.