Jumat, Mei 3

Bukankah banyak riwayat Al-Kafi yang lemah?

Apakah kitab Al Kafi merupakan Syarah dan penafsir Al Qur’an? Padahal kebanyakan riwayat-riwayat Al Kafi adalah Dha’if (lemah).

Jawaban:

Trik mereka adalah menuduh, lalu mempertanyakan.

Pertama, atas dasar apa anda menyatakan bahwa kebanyakan riwayat-riwayat Al Kafi adalah Dha’if?

Riwayat-riwayat yang ada dalam Al Kafi ada empat macam:

  1. Shahih,
  2. Muwatsaq,
  3. Hasan,
  4. Dha’if.

Ketika Syiah sendiri telah membagi riwayat-riwayat penting mereka menjadi empat bagian seperti di atas, itu menunjukkan bahwa Syiah menerima realita yang ada mengenai riwayat-riwayat mereka. Karena bagi kami tidak ada satupun kitab yang Shahih selain Al Qur’an. Adapun kitab-kitab lainnya, kita perlu teliti dan membedahnya.

Allamah Majlisi dalam kitab Mir’at Al ‘Uqul telah menentukan keempat macam riwayat tersebut.

Penyusun Al Kafi dalam pendahuluan kitabnya menyebutkan tolak ukurnya dalam menimbang riwayat yang mana tolak ukur tersebut berasal dari para Imam:

“Coba sandingkan dengan Al Qur’an. Jika sesuaui dengan kandungan Al Qur’an, maka ambillah (riwayat itu). Namun jika bertentangan dengan Al Qur’an, maka tolaklah.”[1]

Namun kebalikannya, Ahlu Hadits dan para Salafi, mereka menganggap dari ujung ke ujung Shahih Bukhari dan Muslim semuanya Shahih. Dan akhirnya kini mereka kerepotan sendiri.

Kedua, mengenai Al Kafi adalah Syarah dan tafsir Al Qur’an, jika yang dimaksud adalah Al Kafi menjelaskan hukum-hukum shalat, puasa, zakat, haji dan jihad secara rinci, maka bukan hanya Al Kafi aja yang sedemikian rupa. Semua kitab-kitab riwayat kami juga seperti itu. Bahkan begitu pula seluruh Shihah dan Sunan milik Ahlu Sunah juga menafsirkan Al Qur’an sedemikian rupa. Namun jika yang dimaksud adalah, Al Kafi ditulis dengan tujuan menafsirkan Al Qur’an, dan susunannya adalah susunan tafsir, maka itu tidak betul.

Seperti apapun Al Kafi, kami tidak menganggap seluruh riwayatnya Shahih. Kami selalu memilah-milah riwayat, karena semuanya tidak sama. Kebalikannya, kaum Salafi menerima semua Khabar Wahid tidak hanya dalam masalah-masalah Fiqih saja, namun mereka menerimanya dalam dunia Amali dan bahkan perkara-perkara keyakinan atau Aqidah. Akhirnya mereka sendiri mengalami banyak masalah saat ini dalam dunia Aqidah.

Akhir-akhir ini di Madinah diadakan sebuah pertemuan dan pembahasan mengenai ke-Hujjah-an Khabar Wahid dalam perkara Aqidah. Kurang lebih seluruh pesertanya, yang mana kebanyakan adalah salafi, setuju dengan itu. Oleh karena itu Aqidah mereka berdiri atas dasar Khabar Wahid. Efeknya, mereka kini meyakini Tajsim, Tashbih, dan “keterpaksaan manusia dalam hidup”.

[1] Al Kafi, jlid 1, halaman 8.