Jumat, Januari 24

Perbaiki ikatan sosial untuk kurangi stress

Islam, menganggap Muslimin yang hidup bersama-sama sebagai satu keluarga besar. Orang-orang yang lebih banyak usianya dianggap sebagai orang tua dan yang lebih muda dianggap sebagai anak-anak.[1] Dalam kehidupan bermasyarakat, diperlukan bermacam-macam bentuk perlindungan; yang di antaranya adalah:

  • Perlindungan terhadap sesama Muslim

Islam menjadikan pementingan perkara sesama Muslim sebagai tolak ukur ke-Musliman. Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Barang siapa bangun dari tidurnya di pagi hari dan ia tidak memikirkan perkara sesamanya, maka ia bukanlah termasuk dari orang-orang Muslim.”[2]

Jika setiap Muslim saling memperhatikan sesamanya, maka tidak ada satu orang pun yang akan merasa kesepian tanpa ada yang peduli padanya. Demikianlah ajaran suci agama ini.

  • Perlindungan terhadap orang-orang berusia lanjut dan yang tertimpa kesusahan

Di kalangan masyarakat, orang-orang yang sudah berusia lanjut dan yang mereka yang tertimpa musibah adalah orang-orang lemah yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Islam sangat menekankan kepada kita untuk memberikan perlindungan materi dan ruhani kepada mereka.[3] Islam memerintahkan pemeluknya untuk membayar khumus,[4] zakat,[5] sedekah[6] dan infak[7] untuk tujuan ini. Islam menekankan kepada kita semua untuk membantu mereka baik secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi.[8]

Agama Islam menekankan kecintaan terhadap sesama saudara siman yang mana semakin tinggi kecintaan seseorang kepada saudaranya semakin tinggi pula lah imannya.[9] Mengunjungi saudara seiman bagaikan berziarah ke rumah Tuhan nilainya[10] dan hal itu akan membuahkan ketenangan yang tiada tara.

  • Perlindungan terhadap para tetangga

Imam Ali as. berkata:

“Rasulullah begitu menekankan dan memberikan nasehat tentang memuliakan tetangga sampai-sampai kami menyangka bahwa para tetangga juga bakal mendapatkan bagian dari warisan yang akan kami tinggalkan.”[11]

Dalam ajaran agama ini disebutkan bahwa berbuat baik kepada para tetangga akan menyebabkan melimpahnya rizki.[12] Adapun siapa saja tetangga kita? Islam menjelaskan bahwa 40 rumah yang berada di sekitar rumah kita adalah tetangga kita.[13] Dalam ajaran ini, jika seseorang dapat dengan nyenyak tidur dalam keadaan kenyang namun tetangganya kelaparan, maka ia bukanlah Muslim.[14]

  • Perlindungan kekeluargaan

Ayat-ayat Al Qur’an dan riwayat menekankan kita untuk bersilaturrahmi. Dalam pandangan para maksumin, silaturrahmai adalah sebab dipanjangkannya umur dan turunnya berah serta makmurnya kampung halaman kita. Adapun memotong hubungan kekeluargaan (lawan dari silaturrahmi) akan menyebabkan pendeknya umur dan siksaan neraka di akherat.[15]

Jika kita mampu dan memang memungkinkan, Islam mewajibkan kita untuk memberi nafkah kepada keluarga terdekat, seperti anak, cucu, kakek dan nenek.[16] Dari sisi lain, mereka tidak hanya harus diberi perlindungan finansial saja, namun juga perlindungan dengan segenap maknanya. Jika seandainya salah satu di antara mereka telah berbuat salah dengan membunuh seseorang, maka kita harus berusaha membayarkan diyah (denda) kepada hakim syar’iy.[17] Silsilah urutan warisan juga berdasarkan silsilah urutan kekeluargaan.[18] Berdasarkan ajaran islami jika seseorang memberikan sesuatu kepada ikatan kekeluargaan ini. Dalam ajaran Islam, seseorang yang telah memberikan sebuah hadiah kepada salah satu di antara mereka ia tidak berhak untuk mengambilnya kembali.[19] Hukum-hukum ini menunjukkan betapa ditekankannya perlindungan terhadap keluarga dan Islam adalah agama yang menjunjung tinggi hak-hak kekeluargaan.[20]

  • Perlindungan terhadap anak-anak yatim

Anak-anak yatim adalah bagian masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Al Qur’an sangat mementingkan perlindungan terhadap anak-anak yatim dan banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung tentang masalah ini:

“Dan muliakanlah anak-anak yatim.”[21]

“Berprilakulah kepada mereka bagai kalian berprilaku kepada saudara-saudara kalian.”[22]

“Jadikanlah keadilan sebagai kebiasaan kalian dalam berhadapan dengan mereka.”[23]

“Jangan kalian sakiti mereka.”[24]

“Berikanlah sebagian harta kalian kepada mereka.”[25]

“kecuali dengan cara yng paling baik, janganlah kalian mendekat kepada harta mereka sampai mereka besar dan baligh”[26]

“Dan ketika mereka telah mencapai baligh, berikanlah harta mereka secara sempurna.”[27]

Orang-orang yang beriman dilarang memakan harta anak yatim. Allah swt. berfiman:

“Mereka yang memakan harta anak yatim dengan tidak benar, pada hakikatnya mereka memasukkan api ke dalam perut mereka dan dengan segera mereka akan dilemparkan ke dalam api jahanam.”[28]

  • Perlindungan kepada para tawanan dan orang-orang terlantar

Dalam Islam kita diperintahkan untuk memberikan perhatian dan bantuan kepada para tawanan (di zaman dahulu), orang-orang yang terlantar dan orang yang berhijrah dari tempat lain.[29]

“Maka berilah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, denmikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.”[30]

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa atas segala sesuatu.”[31]

  • Perlindungan terhadap orang yang mengalami keterbelakangan mental

Al Qur’an juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berbaik hati dan memberikan perlindungan keapada orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental dan gangguan jiwa:

“Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan kalian) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”[32]

[1] Bihar Al Anwar, jilid 74, hal 9.

[2] Al Kafi, jilid 2, halaman 164.

[3] Al Baqarah, ayat 267.

[4] Al Anfal, ayat 41.

[5] Al Baqarah, ayat 177.

[6] Al Baqarah, ayat 273.

[7] Al Baqarah, ayat 274.

[8] Al Baqarah, ayat 271.

[9] Al Kafi, jilid 3, halaman 253 – 293.

[10] Ibid, halaman 254.

[11] Nahjul balaghah, surat ke-47.

[12] Al Kafi, Syaikh Kulaini, jilid 2, halaman 490.

[13] Ibid, halaman 493.

[14] Bihar Al Anwar, jilid 74, hal 387.

[15] An Nisa’, ayat 1.

[16] Tahrirul Wasilah, Sayid Ruhullah Musawi Khumaini, jilid 2, halaman 324 – 319.

[17] Ibid, jilid 2, halaman 599.

[18] Ibid, hal 363

[19] Ibid, hal 58.

[20] Ravanshenashi e Salamat, M. Robin Dimato, jilid 2, halaman 762.

[21] Ad Dhuha, ayat 19.

[22] Al Baqarah, ayat 220.

[23] An Nisa’, ayat 127.

[24] Ad Dhuha, ayat 9.

[25] Al Baqarah, ayat 215.

[26] Al An’am, ayat 152.

[27] An Nisa’, ayat 6.

[28] An Nisa’, ayat 10.

[29] Ad Dahr, ayat 8.

[30] Ar Ruum, ayat 38.

[31] Al Anfal, ayat 41.

[32] An Nisa’, ayat 5.