Senin, Desember 9

Manusia cinta keindahan

Pada sebagian orang dapat ditemukan rasa butuh terhadap keindahan. Orang-orang seperti ini akan merasakan ketidaknyamanan saat berada di lingkungan yang penuh keburukan, dan sebaliknya akan merasa bahagia bila berada di lingkungan yang indah. Mereka orang-orang yang penuh rasa haus dan rindu, dan itu hanya dapat dipenuhi dengan keindahan. Keadaan seperti ini kira-kira ada pada setiap anak kecil yang sehat di setiap bangsa dan sejak zaman batu hingga nanti.[1]

Menurut pakar psikologi, emosi keindahan adalah salah satu dari empat aspek jiwa manusia yang mewujudkan berbagai seni. Islam juga mementingkan hal ini. Dalam Al Qur’an disebutkan: “Katakanlah, siapa yang telah mengharamkan hiasan-hiasan (yang diberikan oleh) Tuhan?”[2] Keindahan dan hiasan yang diberikan oleh Tuhan yang dijelaskan dalam ayat tersebut memberikan nilai kesucian pada keindahan. Lebih dari itu, ada anjuran dalam Islam jika seseorang mukmin memasuki masjid, hendaknya ia bersama dengan hiasan-hiasannya:

“Wahai anak Adam, ambillah hiasan kalian dari setiap masjid.”[3]

Sebagaimana yang dapat kita fahami, dalam ayat di atas lawan bicara Allah swt. adalah anak cucu Adam, yakni seua manusia. Jadi dianjurkan bagi setiap orang untuk membawa hiasannya bersamanya saat melangkahkan kaki di masjid. Imam Mujtaba as. selalu mengenakan pakaian terbaiknya saat melakukan ibadah shalat. Ketika ia ditanya, ia menjawab:

“Allah swt. adalah dzat yang maha indah dan Ia mencintai keindahan. Aku mengenakan pakaian yang indah untuk beribadah kepada Tuhanku dan Ia yang telah memerintahkan kita untuk membawa perhiasan kita saat pergi ke masjid.”[4]

Di riwayat lainnya disebutkan:

“Sesungguhnya Allah swt. indah dan Ia mencintai keindahan. Ia suka melihat tanda-tanda nikmat yang telah Ia berikan pada hambanya.”[5]

Tuhan yang telah memberikan rasa cinta kepada keindahan ini. Di saat kita melihat segala sesuatu pada unsur keindahannya, itu saja sudah termasuk ibadah. Seorang yang beriman saat menyaksikan keindahan, selain ia menikmatinya, ia juga merasa dekat dengan Tuhannya. Akan tetapi, menikmati keindahan dan mengambil perhiasan bagi diri sendiri, ada aturan-aturannya. Beberapa aturan dalam Islam terkait dengan masalah ini adalah:

 

  1. Tidak menarik perhatian secara berlebihan

Dalam sebuah riwayat kita membaca:

“Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai pakaian kesombongan.”[6]

“Kehinaan seseorang cukup dengan saat ia mengenakan pakaian yang membuatnya sombong (dan menjadi perhatian banyak orang).”[7]

“Sebaik-baiknya pakaian di setiap zaman adalah pakaian zaman itu.”[8]

 

  1. Tidak berlebihan

Kita harus memperhatikan haramnya sikap berlebihan dalam memanfaatkan nikmat-nikmat Tuhan dan menggunakan perhiasan-perhiasan. Oleh karena itu kita diharamkan untuk memakai perhiasan dengan berlebihan apa lagi bertujuan untuk kesombongan dan bangga diri. Al Qur’an mensifati orang-orang penyembah dunia seperti ini:

“Apakah kalian membangun simbol-simbol syahwat dan nafsu di tempat-tempat yang tinggi dan istana-istana yang kokoh; seakan-akan kalian akan hidup di dalamnya selamanya?!”[9]

[1] Anggize va Syakhsiyat (Motifasi dan Kepribadian), Abraham Maslow, halaman 89.

[2] Al A’raf, ayat 32.

[3] Al A’raf, ayat 31.

[4] Al A’raf, ayat 31.

[5] Wasailus Syiah, Allamah Hurr Amili, jilid 3, Hukum-Hukum Berpakaian, bab 1, hadis ke-8 halaman 341.

[6] Ibid, bab 12, hadis ke-1, halaman 354.

[7] Ibid, jilid 3, bab 12, hadis ke-1, halaman 354.

[8] Ibid.

[9] As Syu’ara, ayat 128 dan 129.