Selasa, April 30

Efek baik tekanan jiwa

Kehidupan manusia selalu diisi dengan peristiwa-peristiwa manis dan pahit. Aktifitas yang berkepanjangan, suara bising, polusi udara, bahaya-bahaya yang hampir menimpa, keributan dalam rumah tangga, adalah bagian dari faktor-faktor tekanan jiwa yang tidak ada cara untuk menghindar darinya. Ibaratnya tekanan-tekanan itu adalah kelaziman dari hidup yang tak mungkin dicegah datangnya; dan kalaupun bisa, hanya akan melelahkan diri sendiri serta membawakan kejenuan. Dengan berpandangan lebar, kita bisa menganggap tekanan-tekanan dalam hidup sebagai pemberian Ilahi. Yang terpenting bagi kita adalah memahami esensi tekanan dan bagaimana ia memberikan dampaknya.

Manusia merasakan ketenangan saat segala sesuatu dalam hidupnya selalu teratur, dapat diprediksi, dan tidak berubah-ubah. Saat terjadi perubahan-perubahan baik positif maupun negatif, pergantian jalur dan harapan juga terjadi dan pilihan baru penting adanya. Pada kondisi seperti ini, prioritas seseorang dalam mengatur kembali keinginan-keinginan dan pilihan-pilihan serta usahanya untuk menyesuaikan diri dengan tekanan jiwa, akan mewujudkan kesiapan diri seseorang tersebut dalam menghadapi bahaya.[1]

Berdasarkan firman Tuhan dalam Al Qur’an, manusia memang diciptakan dalam kesengsaraan.[2] Perjalanannya menuju Tuhan pun juga penuh kesengsaraan.[3] Allah swt. menguji manusia dengan baik dan buruk,[4] rasa takut dan rasa lapar, kekurangan harta benda dan jiwa, juga keringnya ladang-ladang.[5] Dalam Al Qur’an Allah swt. menceritakan ujian-ujian yang Ia berikan kepada manusia dalam kisah-kisah para nabi dan wali-wali Allah, juga dalam permisalan-permisalan dan kisah umat-umat terdahulu. Sebagian dari alasan dari diturunkannya cobaan-cobaan ini adalah:

  1. Menyelamatkan manusia dari kelalaian agar kembali kepada Tuhan
  2. menciptakan sifat sabar dan bertahan dalam diri orang yang beriman dan mewujudkan penyakit batin bagi orang munafik
  3. Menggariskan hikmah dan keadilan Ilahi
  4. Menumbuhkan jiwa manusia

Sebagian para peneliti ilmu psikoterapi, masalah-masalah emosional merupakan salah satu bentuk mekanisme psikoterapi. Mekanisme ini memungkinkan seorang pasien untuk menyadari bahwa bukan hanya dirinya saja yang sedang mengalami kesusahan, orang lain pun juga seperti dirinya.[6]

Dalam Al Qur’an disebutkan firman Allah swt. kepada Rasulullah saw. mengenai kesusahan dan kemudahan:

“Karena sesungguhnya setelah kesusahan itu terdapat kemudahan. Dan sesungguhnya setelah kesusahan itu terdapat kemudahan.”[7]

Diulangnya kata-kata dalam ayat di atas, juga keberadaan huruf fa’ pada awal ayat menunjukkan bahwa kesusahan dan kemudahan selalu bersama-sama. Ayat tersebut menjelaskan bahwa saat kita mengalami kesusahan, pasti ada kemudahan setelahnya, dan ini adalah hukum yang berlaku untuk semua manusia; jadi bukan hanya engkau saja. Jika demikian, setelah melewati kesusahan tersebut, langkahkanlah kakimu kepada kesusahan berikutnya, kemudian bersimpuhlah kepada Tuhanmu. Yakni melangkah menuju keharibaan Ilahi tanpa disertai rintangan dan kesusahan tidaklah mungkin.[8]

[1] Feshar e Ravani (Tekanan Jiwa), Martin C., halaman 43 – 49

[2] Al Balad, ayat 4: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam kesengsaraan.” Raghib Isfahani, Mufradat, halaman 420: “Allah swt. Menciptakan manusia dalam keadaan tidak dapat lepas dari kesengsaraan sehingga ia menggapai tempat tertingginya yang disebut Darul Qarar.”

[3] Al Insyiqaq, ayat 6: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian sedang berjalan menuju Tuhan kalian dengan penuh kesengsaraan lalu kalian akan bertemu dengan-Nya.”

[4] Al A’raf, ayat 168: “Dan Kami menguji mereka dengan baik dan buruk.”

[5] Al Baqarah, ayat 155: “Dan Kami akan menguji kalian dengan ujian seperti rasa takut dan lapar, kekurangan harta dan jiwa serta sedikitnya buah-buahan.”

[6] Ushul e Behdasht e Ravani (Prinsip-Prinsip Kesehatan Jiwa), Sayid Abul Qasim Husaini, halaman 175 dan 176.

[7] Al Insyirah, ayat 6.

[8] Tafsir Al Mizan, Muhammad Husain Thabathabai, jilid 20, halaman 450; Gami Farasuye Ravanshenashi Eslami, Husain Muhammad Syarqawi, halaman 122-128; Ushul e Behdasht e Ravani(Prinsip-Prinsip Kesehatan Jiwa), Sayid Abul Qasim Husaini, halaman 175 & 176.