Jumat, Januari 24

Seorang Muslim dan ibunya yang Kristen

Seorang pemuda bernama Zakaria putra Ibrahim mulanya beragama Kristen sama seperti seluruh anggota keluarganya yang lain. Tak lama ia masuk Islam karena ketertarikan hatinya akan agama ini.

Saat musim haji, ia berangkat dari Kufah menujuh tanah suci. Setibanya di Madinah, ia bertemu dengan imam Ja’far Shadiq as. Sang imam bertanya, “Hai anak muda, ceritakan bagaimana engkau masuk Islam.”

Zakaria berkata, “Begitu aku mendengar ayat ini aku masuk Islam. Allah swt berfirman: ‘Sebelumnya engkau tidak mengetahui apa itu Kitab dan apa itu iman. Namun Kami menjadikannya cahaya yang dengannya Kami menghidayahi siapapun di antara hamba-hamba Kami.’ (QS Shuura: 52)”

“Aku merasa diriku seperti apa yang dikatakan dalam ayat ini,” tambahnya.

Imam Shadiq as berkata, “Aku bersaksi Allah swt telah memberimu hidayah.”

Kemudian imam berkata tiga kali, “Ya Allah, jadilah petunjuk baginya.”

Pemuda itu bertaya kepada sang imam tentang keluarganya yang beragama Kristen, “Wahai putra Rasulullah, ayah ibuku dan seluruh keluargaku beragama Kristen. Ibuku tua dan matanya buta. Aku hidup bersama mereka dan makan bersama-sama. Apa tugasku?”

Imam bertanya, “Apakah mereka memakan daging babi?”

“Tidak,” jawabnya.

Imam berkata, “Tidak apa-apa engkau hidup bersama mereka.”

Lalu sang imam melanjutkan, “Perhatikanlah keadaan ibumu. Selama ia hidup, berbuatlah baik kepadanya. Jika ia meninggal, jangan serahkan jenazahnya kepada orang lain, urus jenazahnya dengan tanganmu sendiri.”

Sepulang haji, Zakaria melakukan yang diperintahkan oleh imam Shadiq as. Hingga sampai suatu hari, ibunya merasa heran dan berkata, “Hai anakku, dahulu saat kamu segama dengan kami, engkau tidak sebaik ini. Sedangkan sekarang engkau jauh berbeda.”

Sang pemuda menjawab, “Inilah apa yang diajarkan oleh agamaku, yang dianjurkan oleh seseorang yang ketemui saat haji.”

Ibu bertanya, “Apakah yang kau temui itu nabi agamamu?”

Zakaria menjawab, “Bukan, ia adalah putra nabi.”

Ibu berkata, “Sungguh indah agamamu. Agamamu lebih baik dari agama-agama lainnya. Ajarkanlah aku agamamu.”

Akhirnya pemuda itu mengajarkan ibunya syahadat dan shalat serta pengetahuan-pengetahuan lainnya.

Tak lama setelah itu akhirnya sang ibu meninggal dunia dalam keadaan masuk Islam.

Ushul Kafi, j. 2, h.160