Ma’mun sempat menyetujui keputramahkotaan Imam Ali Ridha as. Menjelang hari Iedul Fitri, ia meminta Imam untuk memimpin shalat Iedul Fitri. Ia menjawab, “Aku telah berjanji untuk tidak ikut campur urusan pemerintahanmu. Sesungguhnya shalat Ied dan shalat Jum’at adalah perkara penting pemerintahan.”
Ma’mun menjawab, “Aku hanya ingin perkara keputramahkotaanmu semakin menetap kuat di hati-hati.” Ia pun terus mendorong Imam untuk mau menerima permintaannya.
Imam berkata, “Berhentilah mendorongku seperti ini. Kalau aku harus memimpin shalat, aku akan memimpin sebagaimana datukku Rasulullah saw dan datukku Ali!”
“Seperti apapun kau mau, lakukanlah,” kata Ma’mun.
Di pagi hari Iedul Fitri sekumpulan pejabat Ma’mun hadir di depan rumah Imam. Masyarakat pun juga demikian, mereka berkumpul menunggu keluarnya Imam Ridha as. Begitu matahari terbit, Imam mandi, lalu mengenakan amamah putih di kepalanya, memegang tongkat dan dengan kaki telanjang keluar dari rumah. Ia memerintahkan semua orang juga melakukan hal yang sama saat keluar rumah.
Seiring langkahnya ia mengucapkan takbir yang diikuti semua orang. Bahkan seakan dinding-dinding bangunan pun juga mengucapkan takbir pula karena begitu megahnya. Pejabat-pejabat Ma’mun yang telah memakai pakaian-pakaian mahalnya dan menunggu keluarnya Imam sambil duduk di atas kuda-kuda cantik mereka, begitu melihat Imam dengan keadaan seperti itu, mereka turun dan melepas alas kaki masing-masing. Imam berjalan perlahan seraya diikuti semua orang. Setiap sepuluh langkah sekali Imam berhenti dan meneriakkan takbir. Semuanya pun menyahut dan menirukan takbir Imam, sampai sebagian dari mereka pun menangis. Secara menakjubkan seluruh penduduk Marv luluh dengan kepemimpinan Imam untuk melaksanakan shalat Ied.
Wibawa dan keagungan penampilan Imam Ridha as betul-betul menyihir semua hati yang hadir di sekitarnya. Ma’mun pun mulai ketakutan melihatnya. Ia khawatir jika seperti ini terus sampai Imam tiba di tempat shalat, semua orang akan jatuh cinta padanya. Oleh karena itu, ia memerintahkan agar Imam tidak melanjutkan jalannya. Ma’mun mengirim pesan kepada Imam yang isinya, “Aku telah membuat Anda repot sampai di sini. Sudah, tidak perlu diteruskan, aku telah mengutus orang yang biasanya memimpin shalat Ied tiap tahun untuk memimpin shalat hari ini. Kembalilah ke rumah Anda.”
Biharul Anwar, jilid 49, halaman 134; Uyun Akhbar Ar Ridha, jilid 2, halaman 149-151.